Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Kamis, 30 Oktober 2025 WIB

Estimasi Riskesdas, 1.715 Orang Dipasung di Sumut

* Dr Elmeida Effendy MKed KJ SpKJ (K): Gangguan Jiwa Dapat Disembuhkan
- Rabu, 10 Mei 2017 13:27 WIB
822 view
Medan (SIB) -Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 disebutkan estimasi orang yang dipasung di Sumatera Utara (Sumut) sebanyak 1715 orang. Namun, sepanjang 2016, kata Kabid P2P Dinas Kesehatan Sumut melalui Kasi Penyakit Tidak Menular, Hery Valona B Ambarita SKp MKes, yang dilaporkan ke pihaknya ada 210 orang yang dipasung.

Sementara sampai April tahun ini yang dilaporkan ada 14 kasus baru, jadi berjumlah 224 orang yang dipasung. "Untuk tahun 2016 ada 27 orang yang dilepaskan dari pasung," kata Hery kepada wartawan di Medan, Selasa (9/5).

Sedangkan, kabupaten/kota yang paling banyak dipasung saat ini, sebutnya, yaitu Asahan 23 orang, Padang Sidempuan 17 orang, Tapteng 19 orang dan Simalungun 29 orang.

Dijelaskannya, daerah sedang menangani masalah pemasungan ini membutuhkan waktu agar keluarga yang melakukan pemasungan percaya agar tidak melakukan pemasungan.

Adapun penyebab dipasung karena orang tersebut mengalami dimensia (pikun) pada orangtua kalau sudah keluar rumah tidak tahu jalan untuk pulang atau suka mengamuk. "Jadi, tujuannya dipasung untuk melindungi dari pada membuat susah atau merugikan orang lain dan lingkungannya. Juga melindungi orang yang dipasung seperti perempuan dari perkosaan. Juga ada yang malu kalau ketahuan orang lain. Umumnya mereka yang dipasung menggunakan balok kayu dan rantai," terangnya.

Hery juga mengungkapkan berbagai kendala dalam menangani orang yang dipasung agar tidak lagi dipasung. Kendala tersebut seperti kurangnya dokter spesialis kejiwaan. Di Sumut sendiri baru ada 47 orang dan mayoritas di Medan. Dari 34 RSUD yang memberikan pelayanan jiwa, 12 dokternya dari Medan yang datang hanya semingu sekali.

Selain itu, masih sedikitnya anggaran kabupaten/kota bahkan masih ada yang belum mempunyai anggaran untuk kesehatan jiwa. "Kurangnya atau masih banyaknya masyarakat yang menganggap gangguan jiwa dibawa ke dukun bukan ke pelayanan kesehatan," tuturnya.

Kendala lainnya, lanjut Hery, masih adanya stigma masyarakat terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Mayoritas ODGJ tidak mempunyai Nomor Induk Kependudukan (NIK) sehingga tidak bisa memakai BPJS dan tidak tercantum di Kartu Keluarga.

Karenanya, Hery mengharapkan adanya kerjasama lintas sektor dengan daerah, Disdukcapil, Bappeda, DPRD dan pihak terkait lainnya, serta adanya anggaran dari pemerintah. "ODGJ dipasung bukan hanya masalah kesehatan tetapi perlu kerjasama lintas sektor untuk menanganinya. Dinkes menyediakan obat, melakukan Bimtek dan Monev, meningkatkan kapasitas petugas dengan pelatihan bagi petugas Puskesmas," ucapnya.

Terpisah, Dr dr Elmeida Effendy MKed KJ SpKJ (K) mengatakan gangguan jiwa dapat disembuhkan. Jenis gangguan jiwa sangat beragam mulai dari yang ringan hingga berat. "Untuk yang taraf ringan bisa sembuh sempurna. Sedangkan yang berat tergantung penatalaksanaannya," jelasnya.

Menurutnya, untuk yang taraf berat jika penatalaksanaannya dilakukan segera juga bisa disembuhkan sempurna. Namun ada juga yang sembuh atau terkendali dengan penggunaan obat dan terapi non-medikamentosa, yakni terapi perilaku kognitif, psikoterapi, latihan relaksasi dan terapi kelompok.

"Yang penting adalah dengan selalu mengevaluasi ulang kondisi kejiwaan seseorang pasien secara berkala. Misalnya, enam bulan sekali dengan check up untuk kondisi fisik," terangnya. (A17/q)
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru